Widget HTML #1

136 Ribu Orang di Aceh Pengangguran, Begini Cara Cepat Dapat Kerja

Ilustrasi kerja. (dok. Freepik)

Kadang suka sedih kalau baca berita tentang tingginya angka pengangguran di Aceh. Data BPS per Februari 2020 menyebutkan, ada sebanyak 136 ribu orang di Aceh berstatus pengangguran.

Mirisnya lagi, jumlah pengangguran tertinggi di periode yang sama jika dilihat dari tingkat pendidikan yakni mereka yang bergelar sarjana atau lulusan perguruan tinggi. Ada 8,30 persen orang bergelar sarjana yang belum menemukan dunia kerja dari 136 ribu pengangguran di Aceh.

Selebihnya, penyumbang angka pengangguran berdasarkan pendidikan yakni Diploma (6,68 persen), lulusan SMK (7,14 persen), SMA (8,15 persen) dan SMP (2,25 persen).

Kenapa tidak diterima kerja?

Kita sudah lelah dengan pembahasan bahwa kampus telah gagal memproduksi sumber daya manusia (SDM) menuju dunia karir atau dunia kerja.

Namun, ada poin yang lebih penting dari itu, kebanyakan para lulusan sarjana telah gagal atau tidak sempat mentransformasikan dirinya sendiri saat berada di bangku kuliah. Nah sebenarnya di situ masalahnya.

Dengan kata lain, kita sulit membedakan apa bedanya diri kita antara sebelum kuliah dengan setelah kuliah. Bagi yang masih berada di kampus, poin ini perlu menjadi catatan sebagai refleksi diri sejak dini hingga nanti siap dengan dunia kerja tentunya.

Dan yang sudah berada di luar kampus, so kita belum terlambat. Dunia masih terbuka luas. Internet dan digitalisasi telah membuka segalanya.

Bisa dengan mulai menekuni sesuatu atau mengasa apa kita miliki sebelumnya menjadi lebih profesional lagi, hingga diri kita benar-benar punya value (nilai) dan punya karya dari sana.

Secara analogi, lapangan kerja atau perusahaan mana yang mau menerima kita bila tidak bisa melakukan apa-apa? Tidak punya skill yang bisa membantu perusahaan mereka menjadi survive (bertahan) atau bahkan menjadi lebih baik lagi.

Bayangkan bila kita di posisi sebagai pemimpin perusahaan (BOS, CEO, Owner, dst). Mau tidak, menerima seseorang hanya bermodalkan ijazah tapi tidak bisa apa-apa? Nah, sesederhana itulah analogi dunia kerja.

Selanjutnya, ada pula yang sudah menemukan kesempatan untuk berkarir, tetapi gengsi dengan gaji yang kecil dan merasa tidak sesuai dengan tingkat pendidikannya saat ini.

"Kalau gaji sejuta sebulan mah, gedean upah pegawai Indomaret," dumelnya sambil lihat brousur lowongan kerja atau saat diberitahu HRD usai wawancara lamaran kerja.

Saya menyebut orang-orang seperti ini sebagai kufur nikmat. Nggak mikir, maunya langsung jadi bos aja.

Padahal dia tidak tahu kalau pemimpin perusahaan itu pun dulunya ngemis-ngemis, berdarah-darah, lari ke sana sini cari klien, cari investor dan sebagainya dalam membesarkan perusahaannya.

Kunci sekaligus rumus yang harus diingat selalu dalam dunia kerja adalah, gaji kecil itu sebentar, kalau kerja bagus pasti naik jabatan. Jangan berpikir picik kalau gaji awal itu satu jutaan per bulan, akan segitu-gitu terus sampai punya anak cucu nanti. No, mens.

Di dunia jurnalistik atau perusahaan media misalnya. Tidak selamanya Anda berada di terik matahari sebagai wartawan yang kejar-kejar kemana Plt Gubernur pergi.

Ada saatnya duduk manis di ruang redaksi menjadi seorang redaktur (editor) sambil marahin wartawan di daerah, hingga menjabat sebagai pemimpin redaksi yang tugasnya jauh lebih besar dan diikuti dengan besaran gaji yang lebih besar pula dibandingkan dengan posisi sebelumnya.

Atau di perusahaan biasa misalnya. Saat masuk atau bergabung dengan sebuah perusahaan tersebut, pasti kita ditempatkan sebagai karyawan biasa awalnya.

Namun, bila kerja bagus, disiplin dan bisa diandalkan perusahaan, jabatan akan terus naik hingga General Manajer (GM) nantinya. Jabatan naik, tentu beriringan dengan jumlah pendapatan yang ikut naik pula.

Beda kasus bila kita lulusan Massachusetts Institute of Technology (MIT) University dengan seperangkat penghargaan internasional yang kita raih selama kuliah di sana. Mungkin Anda tidak di sini juga, pasti lamar kerjanya di Google, Apple dan sebagainya. Ya, wajarlah menuntut gaji dua digit (10 jutaan ke atas).

Poinnya adalah, jangan pernah takut atau minder (malu) menerima gaji kecil saat pertama kerja. Dari sana akan lahir seseorang yang sabar, telaten, tekun, disiplin dan punya segenap kemampuan dan pengalaman baru lainnya di dunia kerja.

Jika sudah bekerja setahun dengan gaji yang segitu-gitu aja, ya sudah, tinggal resign (mengundurkan diri) dan apa sih susahnya.

Setidaknya, setelah dari sana kita sudah mulai terang melihat lapangan kerja lainnya yang lebih layak, sudah punya pengalaman bagaimana memenej diri di dunia kerja. Dan yang paling penting, sudah punya skill yang bisa dimanfaatkan untuk perusahaan lain yang lebih layak dan menghargai kerja keras kita nantinya.

Pengalaman itu mahal sekali harganya. Menurut Malcolm Gladwell (2008) dalam bukunya “Outliers” menyebutkan, butuh 10 ribu jam untuk seseorang agar menjadi expert (ahli) di bidang tertentu.

Jadi, berhentilah menuntut gaji dua digit (10 jutaan ke atas) dengan modal ijazah S1 tokkk, dan mulailah berjuang dari bawah, hingga semua akan benar-benar indah pada waktunya.

Peluang kerja

Digitalisasi (era internet) bikin orang kehilangan pekerjaan. Mari sama-sama kita tertawa sambil katakan BULLSHITTTTTTTT.

Benar kata pepatah, hilang satu tumbuh seribu. Apakah kita tidak melihat perkembangan e-commerce (jualan online), hadirnya Gojek, Ruangguru dan sebagainya, telah membuka lapangan kerja baru bagi jutaan orang di Indonesia, bahkan di dunia?

Jangan berpikir terlalu sempit deh tentang dunia kerja. Mending sekarang segera gunakan Instagram kita yang awalnya cuma posting foto-foto pamer makan di resto mana, kini dijadikan sebagai wadah menghasilkan duit. Bisa?

Saya akan memulai poin ini pelan-pelan, untuk meyakinkan kita semua bahwa lapangan pekerjaan itu berserakan di mana-mana di sekitar kita. Pelan ya, kasih slow, dikit lagi nyampe..hehe

Tanpa berniat menggurui, Bismillah. Sebut saja Anda seorang lulusan/wisudawan FKIP (guru) dari sebuah perguruan tinggi.

Untuk mencari lapangan pekerjaan, Anda hanya perlu menyiapkan curriculum vitae (CV), gunakan LinkedIn, maka bergerilya. Ada puluhan aplikasi serupa Ruangguru yang tiap saat membutuhkan tenaga pengajar seperti Anda.

Catat tuh, buat untuk anak FKIP. Atau mau lebih keren lagi, buat start up (perusahaan rintisan / perusahaan kecil-kecilan yang lama-lama jadi besar kayak Gojek dan Tokopedia dan sebagainya hehe), buatlah aplikasi untuk menandingi Ruangguru.

Ada banyak anak-anak IT yang juga senasib dengan Anda, masih mencari-cari pekerjaan. Nah, libatkan mereka dengan projek besar Anda.

Kalau ini sudah dilakukan, kita tidak hanya menyelamatkan diri sendiri, melainkan anak-anak IT dan anak-anak FKIP di kampus kita juga ikut terselamatkan. Mereka punya lapangan pekerjaan dari usaha dan kerja keras kita.

Kemudian untuk Anda yang berasal dari fakultas ekonomi atau fakultas apapun itu, intinya suka jualan aja, coba deh dropship.

Anda tidak perlu modal dan buka toko untuk jualan. Hanya perlu usaha dan kerja keras mempromosikan produk Anda, maka perusahaanlah yang akan bekerja mati-matian mulai dari mendesain, memproduksi hingga packing dan mengirimkan produk ke tangan pelanggan Anda.

Sesekali coba deh buka website dropshipaja atau website lain yang menyediakan hal serupa. Mereka tidak hanya menjadikan Anda sebatas penjual, tetapi juga melatih Anda sedetail mungkin untuk menjadi lebih berkembang dan sukses tentunya. Tidak sedikit pula yang punya perusahaan sendiri setelah berjuang serius di sana.

Selanjutnya, bila Anda kuliah di jurusan yang berhubungan konselor, psikolog atau apapun itu, coba deh buka jasa daring. Gunakan aplikasi Zoom dan aplikasi lain yang sekiranya lebih aman untuk melakukuan konseling dengan klien melalui virtual berbayar.

Semuanya akan terlihat sulit bila dibuat sulit, namun akan terasa mudah pula bila dibawa mudah dan terus dikerjakan sampai benar-benar besar nantinya.

Bahkan untuk semua lulusan kampus, dari mana pun fokus ilmu yang Anda bidangi, coba deh buat podcast di YouTube. Sampaikan apa opinimu tentang kejadian atau peristiwa yang sedang hangat dibicarakan, melalui sudut pandang sesuai ilmu yang kamu tekuni saat ini tentunya.

Anak-anak fakultas hukum silakan bicara sebebasnya (tetapi tetap sopan) di YouTube tentang bagaimana ketimpangan kebijakan yang dibuat pemerintah terhadap penanganan Covid-19.

Begitu juga dengan anak-anak fakultas ekonomi, bicarakan tentang solusi mandeknya pertumbuhan ekonomi di tengah situasi pandemi Covid-19 ini.

Semua bisa ngomong, semua bisa bicara sesuai dengan ilmu yang ditekuni atau dipelajari selama kuliah.

Kita bisa lihat video-video seperti ini di akun YouTube Deddy Corbuzier (metode wawancara), Gita Savitri (metode opini) dan masih banyak lagi YouTuber lainnya yang menginspirasi dengan genre yang sama dan bisa dijadikan referensi.

Intinya, era digital telah membuka jutaan lapangan kerja baru. Ayo buka mata, kita hidup di bagian bumi terindah. hehe

Passion-mu, lapangan kerjamu

Sebenarnya ini agak terdengar ekstrem sih. Saya masih sulit mencerna orang-orang yang cuma hobi foto, tapi duitnya mengalir terus tiap saat, auto gajian tiap bulan.

Orang-orang kreatif seperti ini memanfaatkan aplikasi seperti Shutterstock atau iStockphoto untuk menjual hasil jepretan mereka yang kadang asal-asalan, namun tak sedikit pula yang diusahakan dengan penuh pengorbanan.

Tiap bulan, foto yang diunggah ke aplikasi tersebut diunduh oleh banyak orang di seluruh dunia. Uang mengalir terus ke rekening dari biaya lisensis, hanya modal passion. Hobi jadi pundi-pundi rupiah (kadang-kadang dolar hehe). Begitulah mereka menfaatkan kemajuan teknologi dan digitalisasi.

Kesempatan ini mestinya harus betul-betul dimanfaatkan. Jangan cuma main games atau facebook-an sambil posting curhat-curhat bikin geli gitu.

So, dunia ini luas banget. Jadi, berhentilah dengan hal-hal yang unfaedah, beralih menjadi sosok yang produktif dan kreatif dengan segudang prestasi dan karya nantinya.

Sekarang hanya perlu mengasa hobi dan passion-mu menjadi benar-benar profesional dan expert, apapun itu hobinya. Jangan setengah-setengah, langsung all out (totalitas) saja. Pepatah bilang, terlanjur basah ya sudah, mandi sekali (lirik lagu wkwkwq).

Misal suka main bola kaki (futsal), bergabunglah dengan klub-klub bola di sekitarmu, ikuti forum-forum bola/futsal di kotamu dan mulailah berkompetisi, tentu diimbangi dengan latihan yang serius, disiplin dan teratur.

Begitulah pula yang suka dunia teknologi seperti ulik-ulik HTML di website, buat aplikasi dan sebagainya. Tekuni dan pelajari sungguh-sungguh. Ada banyak materi dan ilmu tentang itu yang bisa didapat melalui e-book atau YouTube secara cuma-cuma alias gratis. Intinya jangan rebahan aja hehe.

Bagaimana cara menemukan passion? 

Kok tanya ke saya sih, haha. Semua yang kamu senangi itu adalah passion dan bisa jadi pundi-pundi rupiah, bahkan menjadi lapangan kerja bagi orang lain. Contoh sederhana, Anda suka makan. Jadilah reviewer makanan melalui Instagram, blog atau media sosial (platform) lainnya.

Setiap Anda makan, coba deh review bagaimana rasa dan tampilan makanannya. Kemudian cari tempat-tempat makan yang menarik, instagramble dan berdamai dengan kantong mahasiswa tentunya.

Review tempat makan yang recommended (menarik, murah dan enak), lalu posting di Instagram atau blog. Rekomendasikan ke orang-orang tentang tempat-tempat menarik atau jenis-jenis makanan yang enak, murah dan tampilannya menarik. Anda dijamin bisa hidup dari sana.

Saya tahu cerita soal ini karena punya teman yang reviewer begituan di blog-nya. Dan itu berhasil. Bahkan tidak sedikit pula rumah makan dan restoran yang beriklan (banner dsb) di blog miliknya, semua itu berbayar.

Nah harusnya kita juga bisa melakukan hal yang sama. Kalau tidak suka review makanan, misal, bisa juga review buku (resensi). Atau review rumah tetangga wkwkwq. Intinya, semuanya bisa dilakukan.

Bahkan, jika pun tidak suka review, maka menulislah di blog sendiri seperti yang saya lakukan saat menulis artikel ini. Bebas mau tulis apa saja, tulis opini, tulis curhat, tulis novel yang isinya curhat haha, terserah. Intinya, semua passion bisa jadi lapangan pekerjaan.

Menemukan dunia kerja

Hampir semua platform berita seperti Kompas, Tempo, Detik dan sebagainya, kalau diperhatikan di bagian paling bawah website mereka ada tulisan kecil "karir". Di sana bisa dimanfaatkan untuk mencari lowongan kerja sebebas-bebasnya.

Atau bisa juga dengan mengikuti website khusus lowongan kerja seperi karir.com dan sebagainya. Di sana sudah lengkap. Mulai dari syarat yang perlu disiapkan, jabatan yang bakal ditempati, hingga gaji yang akan diterima per bulannya.

Cara lamarnya pun cukup mudah. Tinggal isi data diri dan masukkan semua dokumen PDF yang diminta, lalu tekan tombol lamar di situ, langsung cusss tanpa harus tenteng-tenteng map lagi ke sana kemari.

Bisa juga dengan mengikuti Instagram loker (lowongan kerja), walau yang satu ini tidak terlalu direkomendasi karena tidak ada yang bertanggungjawab di sana. Mudah terjadi penipuan dan pemerasan melalui loker di Instagram atau media sosial lainnya.

Ingat, sebelum apply atau memasukan lamaran kerja ke sana, mulailah persiapan sejak dini agar terlihat lebih profesional seperti menyiapkan CV dan membuat akun LinkedIn. Selengkapnya tentang LinkedIn bisa baca di sini

Kemudian menyiapkan semua dokumen penting seperti scan KTP, kartu KK, ijazah dan piagam atau sertifikat penting lainnya ke dalam google drive. Hal ini agar memudahkan bila sewaktu-waktu dibutuhkan. Sesimpel itulah cara masuk dunia kerja. Yang penting, jangan rebahan mulu hehe.

Teknologi: berhenti jadi konsumen, mari jadi produsen

Kuota internet itu akan sangat disayangkan bila hanya digunakan untuk menonton acara pencarian bakat musik atau sekadar melihat video lucu-lucu serupa tiktok peti Ghana di Instagram, lalu tertidur.

Kita terlalu lama menjadi negara konsumen dan belum bangkit-bangkit menjadi negara produsen. Itulah yang kemudian membedakan kita dengan negara maju lainnya di dunia.

Insting kita tidak terlatih menangkap peluang yang ada. Bahkah mirisnya lagi, kita sengaja membiarkan jutaan peluang itu yang berserakan di dunia digital, padahal sedang dihadapkan dekat sekali dengan kita saat ini.

Selama 24 jam bersama smarphone, bukan bikin smart penggunanya malah membuat penggunanya menjadi ...... (isi sendiri).

Padahal kalau diperhatikan di era sekarang, siapa yang menguasai dunia digital, maka dialah pemenangnya. Tidak percaya cek saja 10 orang terkaya di dunia. Tentu di sana ada nama Jeff Bezos (CEO Amazon), Bill Gates (Pendiri Microsoft), Mark Zuckerberg (Pendiri Facebook) dan masih banyak lagi. Semuanya tentang digital.

Di Indonesia ada start up bau kencur (masih muda), tapi sudah menghasilkan income miliaran rupiah. Sebut saja Gojek, Bukalapak, Traveloka dan masih banyak. Asli ciptaan anak bangsa. Sayangnya jumlah mereka masih sangat segelintir dari 260 jutaan penduduk Indonesia.

Intinya adalah, siapapun yang memanfaatkan teknologi dengan baik dan benar, belajar sungguh-sungguh serta menekuni dunia digital dengan cerdas dan cermat, maka akan banyak lahir karya, diikuti rupiah yang dihasilkan dari sana. Tidak rebahan saja, nah.

Action

Setelah membaca isi artikel ini, kita tetap belum bisa menjadi apa-apa kalau kita belum langsung action. Bergeraklah segera. Sebab ada jutaan orang dengan mimpi yang sama di luar sana, mereka terus bergerak merubah hidupnya menjadi lebih baik lagi.

Jangan percaya dengan takdir yang katanya " alah, sudah memang digariskan begini dari keluarga, sudah memang nasib susah, apalah dan sebagainya. Itu semua Bullshit. Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, kalau tidak kaum itu sendiri yang berusaha mengubahnya.

Menutup tulisan ini, harusnya tahun 2020 tidak ada lagi yang namanya pengangguran. Apalagi pengangguran yang berpendidikan (sarjana). Mari manfaatkan segala kemudahan yang ada dan bergeraklah. Mulai dari yang paling bawah.

Intinya, jangan sampai orang lain sudah menikmati indahnya kehidupan dipuncak, kita baru memulai pendakian ke arah sana. Berhenti rebahan, mari bergerilya!

ENJOYYYYY

2 comments for "136 Ribu Orang di Aceh Pengangguran, Begini Cara Cepat Dapat Kerja"

Comment Author Avatar
sepakat nih, kita jangan cuma jadi konsumen terus menuerus, harus bisa jadi produsen sendiri.