Widget HTML #1

Mimpi yang (Tak) Tertukar

Dok @roni_officialnet

Saat kelas 5 SD (2008, red), buku itu kupegangi erat. Pustaka sekolah saat itu berserakan. Alat peraga biologi berdiri di sana sini. Namun jiwa ini lebih terpanggil melahap bacaan sosial, ketimbang mengelus thermometer berisikan darah di sudut rak pustaka.

Ensiklopedia tebal bersampulkan kolase Candi Borobudur (Jawa Tengah), Ka’bah (Mekkah) dan Taj Mahal (India), kuletakan di meja pustaka.

“Brukkk,” kuhempas buku ke meja.

“Ini nih. Pertama ke Borobudur dulu, terus ke Mekkah, terus terserah deh ke mana aja,” selorohku kepada temen-temen semeja sembari menunjuk sampul buku dengan judul 7 Keajaiban Dunia (versi SD itu).

“Kenapa pengen ke sana? Kan, Amerika lebih bagus,” timpal seorang teman sembari mencampuraduk opini berjamaah bahwa AS adalah satu-satunya negara paling indah di luar negeri kala itu.

“Woy, 7 Keajaiban Dunia lebih keren dari Amerika tau!,” bentakku.

“Alahh, banyak omong kamu. Ke kota saja bisa dihitung dalam setahun berapa kali.”

Jawabankan kali ini sangat memukul. Aku baru sadar, ternyata aku hanya anak dusun di pelosok negeri paling barat. Hehe.

10 Tahun kemudian 

“Bang, selamat ya,” tulis Salma, salah satu kru Sumberpost via SMS.

“Selamat apa?” balasku penasaran.

“Abang lulus Workshop Pers Keberagaman di Semarang,” balasnya singkat.

Saat itu aku tak pakai android, tak pakai WhatsApp pula. Karena penasaran, kupinjam HP teman yang kukira lebih canggih dari HP titutku.

http://www… Enter

Ya Allah, namaku tepat di posisi ke-3 dari 28 orang delegasi pers mahasiswa se-Indonesia yang lulus dalam workshop tersebut. Usut punya usut, ternyata yang daftar mencapai 80-an orang dan yang diterima hanya 30 persen, se-Indonesia.

25 Oktober 2018 untuk pertama kalinya terbang dan mendarat di pulau Jawa. Tiket, makan dan hotel, semuanya ditanggung oleh panitia. Singkat cerita, workshop gagal. Jeng..jeng... Balik ke Aceh dengan perasaan sedikit kecewa. (Kata panitia terjadi sedikit kendala di perizinan).

31 Januari 2019 kembali berangkat menyelesaikan hajat yang tertunda. Saat pesan tiket, namaku dibuat Ny (Nyonya). Hampir gagal terbang karena salah data diri. Untungnya mbak Aurel (panitia workshop) jeli. Pada H-1 keberangkatan, ia cek semua atribut keberangkatan dan ternyata…

Harus konfirmasi tiket baru. Haha

Sebelumnya aku sudah minta extend 3 hari setelah workshop berakhir. Mencoba menyelusuri sudut-sudut kota di Semarang dan merasakan bagaimana macetnya Pulau Jawa. Tapi…

Tunggu! Aku jadi ingat tentang sampul Ensiklopedia itu. Buku besar yang kuhempaskan ke meja saat di pustaka 11 tahun silam. Ya, Candi Borobudur masih sangat lekat diingatanku. Inikah saat yang tepat menginjakan kaki salah satu 7 Keajaiban Dunia versi lawas ?

Aku tak tahu apakah ini kebetulan atau tidak, workshop di Semarang (Ibukota Jawa Tengah) dan Borobudur di Magelang (salah satu kabupaten di Jawa Tengah). 7 Keajaiban Dunia versi lawas itu ternyata satu provinsi dengan tempat workshopku. (Sebut saja Banda Aceh – Sigli). Haha

Chek out hotel telah tiba. Workshop berakhir dan aku pun semakin dekat dengan mimpiku, mimpi menapaki 7 Keajaiban Dunia versi lawas. Ntah mimpi apa, semuanya seperti mengalir. Kebetulan ada 4 orang peserta workshop yang punya hajat ingin mengunjungi Kota Pelajar (Jogja). Mereka kusebut Sumatera Squad, sebab berasal dari pulau yang sama dengan aku yaitu Medan, Riau dan Lhokseumawe.

Kami sewa mobil Grab yang membawa kami kemarin saat Chek out dari hotel. Bukan hanya sewanya yang murah, tetapi sang driver yang begitu ramah, kalem dan asyik. Suka bully juga. Haha

Lengkap sudah perjalanan ini. Kami bergerak dari arah Semarang ke Magelang (Borobudur). Tiba di sana sekitar pukul 11 siang. Saat masuk gerbang Borobudur, seperti ada perasaan tak percaya. Lihat tuh fotonya di bawah.

Dok @roni_officialnet
Sampai di loket tiket, kukeluarkan dompet dan..

“Berapa mbak?”

“Rp 40 ribu mas. Kalau mau ke Candi Prambanan, bisa beli tiket sekalian di sini. Ada potongan harga,” tawar pegawai loket.

Tak ada rencana ke Candi Prambanan. Dan aku tipe orang yang jika tidak kurencanakan, maka tidak  akan kulakukan. “Cukup tiket ke Borobudur saja mbak,” jawabku kalem.

Kami pun masuk melalui pintu pendeteksi bom (metal detector). “Ternyata masuk Candi hampir sama kayak masuk bandara,” gumamku dalam hati.

Setelah pemeriksaan di pintu, kami harus berjalan beberapa puluh meter dan….jreng..jreng..

Dok @roni_officialnet

Dalam hatiku, ya Allah indah sekali ciptaanmu.


*Apakah Dilan akan menemukan Milea dalam cerita ini? Ah sudahlah, aku lelah ngetik. Ntar deh aku sambung lagi..haha..

Posting aja dulu..haha

1 comment for "Mimpi yang (Tak) Tertukar"